DETUKTIMUR.COM, MAKASSAR — Workshop Teaterikalisasi Sanja Mangkasara atau Puisi Makassar resmi dibuka pada Sabtu (9/8/2025) di Sekretariat Dewan Kesenian Makassar (DKM), Kompleks Benteng Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk merawat, menghidupkan, dan mentransformasikan sastra Makassar kepada generasi muda.
Mengangkat tema “Penguatan Budaya Sulawesi Selatan Melalui Karya Sastra Sanja Mangkasara (Puisi Makassar) yang Kreatif dan Inovatif”, acara ini dibuka oleh Pamong Budaya Madya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, Hj. Raodah, SE, MM, yang mewakili Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX.
Dalam sambutannya, Hj. Raodah menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini. Menurutnya, berdasarkan UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sastra merupakan salah satu dari sepuluh objek penting yang harus dilestarikan. Oleh karena itu, Sanja Mangkasara menjadi warisan yang patut terus dihidupkan melalui berbagai cara, salah satunya lewat workshop ini.
“Jika Sanja Mangkasara tidak ditransformasikan kepada generasi muda, maka ia akan hilang ditelan waktu. Workshop ini menjadi salah satu jembatan agar nilai dan pesan luhur dalam puisi Makassar terus hidup dan relevan,” tegasnya.
Penanggung jawab kegiatan, Syahril Ramli Rani atau yang akrab dikenal sebagai Syahril Patakaki menjelaskan bahwa workshop ini berlangsung selama dua hari, 9–10 Agustus 2025. Hari pertama diisi dengan pemaparan materi, sementara hari kedua diisi praktik langsung peserta.
Acara ini, kata Syahril, terselenggara berkat dukungan Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan 2025 dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, serta kehadiran para narasumber yang mumpuni di bidang sastra dan teater.
Di antara narasumber tersebut adalah Mahrus Andis, seorang kritikus sastra; Yudhistira Sukatanya, penyair sekaligus sutradara teater; Damar I Manakku, pemerhati budaya Makassar; dan Rusdin Tompo, Koordinator Satupena Sulsel, yang bertindak sebagai pemandu acara.
Sebanyak 35 peserta terlibat, terdiri dari mahasiswa, anggota sanggar seni, komunitas, hingga masyarakat umum. Mereka datang dari berbagai latar belakang: 5 mahasiswa (1 dari Institut Teknologi PLN, 4 dari UNM), 10 anggota Sanggar Seni Bija Tau Tidung, 10 anggota Komunitas Anak Pelangi (K.apel), 5 anggota Sinerji Teater, serta 5 warga Antang dan Rappokalling.
Syahril menjabarkan empat tujuan utama workshop ini: meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap karya sastra berbasis budaya lokal; mengasah keterampilan membuat puisi Makassar; mendorong inovasi dan kreativitas pementasan sastra; serta menjadikan sastra lokal sebagai sumber tema berkarya dan berekspresi.
Dalam pembukaan, Syahril membacakan salah satu Sanja’ Mangkasara berjudul Pappasang Tau Caraddeka, yang memuat pesan kuat tentang kesungguhan belajar, kesabaran menghadapi cobaan, dan keyakinan bahwa hasil akan memanen sesuai yang ditanam. Nilai-nilai ini menjadi fondasi moral yang relevan bagi generasi muda.
“Kesungguhan akan berbuah keberhasilan, kesabaran adalah pertanda kemujuran, dan siapa yang menanam akan menuai,” ucap Syahril membacakan makna dari salah satu baitnya. Pesan ini menggugah peserta untuk tidak hanya memahami sastra, tetapi juga menghidupi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Ia berharap workshop ini dapat menjadikan Sanja Mangkasara lebih mudah dipahami, diapresiasi, dan dikembangkan secara kreatif oleh peserta. Lebih dari itu, ia ingin sastra Makassar menjadi ruang ekspresi yang membangkitkan semangat kebudayaan lokal di tengah arus modernisasi.
Acara hari pertama ditutup dengan penyerahan buku secara simbolis dari Mahrus Andis dan Syahril Patakaki kepada Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX yang diwakili Hj. Raodah. Momen ini menjadi penegasan bahwa warisan sastra tidak hanya dihafal, tetapi juga didokumentasikan untuk masa depan.
Dengan semangat kebersamaan, para peserta, narasumber, dan penyelenggara bertekad menjadikan dua hari workshop ini sebagai langkah nyata menghidupkan kembali Sanja Mangkasara. Sebab, menjaga warisan budaya bukan hanya soal melestarikan masa lalu, tetapi juga menanamkan benih inspirasi untuk masa depan. (*Rz)